Selasa, 13 Juli 2010

Moratorium Tanpa Syarat Atas Penghancuran Hutan

JAKARTA ?" Greenpeace berhasil mengumpulkan lebih dari 2,500 tanda tangan untuk mendukung petisi Pembela Hutan Indonesia untuk moratorium tanpa syarat atas penghancuran hutan lahan gambut dan menjamin tindakan yang efektif untuk melawan kebakaran hutan.

Dukungan ini diberikan selama berlangsungnya Forest Defenders Camp Satellite Station (FDCSS) selama 9 hari yang berakhir hari ini (11/11/2007) di Taman Monas, Jakarta. FDCSS diselenggarakan untuk mendukung dan menyebarkan informasi dari Kamp Pembela Hutan (Forest Defenders Camp/FDC) yang dibuat Greenpeace di dekat kebun kelapa sawit di Kuala Cenaku, Indragiri Hulu, Riau, sebagai upaya untuk menyoroti dan menghentikan penghancuran hutan lahan gambut sekaligus guna mendukung solusi atas deforestasi untuk jangka panjang di Indonesia.

Sekitar 4.000 orang datang ke FDCSS; menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap pentingnya hutan bagi manusia. Diselenggarakan pula pelatihan pembela hutan bagi kaum muda yang sungguh-sungguh ingin menyelamatkan hutan Indonesia melalui kampanye di lingkungan mereka.

? Kami berkampanye agar deforestasi dicantumkan dalam putaran berikut Protokol Kyoto. Keputusan yang akan diambil oleh pemerintah amat penting demi mengamankan pembiayaan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk menjaga hutan serta untuk berkontribusi dalam upaya global guna mengurangi emisi gas rumah kaca,? kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Solusi Kehutanan Greenpeace Asia Tenggara. ? Pemerintah harus bertindak sebelum konperensi PBB tentang perubahan iklim di Bali bulan depan. Ini saatnya bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengakui bahwa pengalihan lahan gambut berpengaruh terhadap perubahan iklim, dan mengeluarkan moratorium mutlak atas semua penghancuran hutan lahan gambut,? tambahnya.

Laporan Greenpeace yang terbaru, bertajuk ? Cooking The Climate,? menunjukkan penghancuran lahan gambut di Indonesia menyumbang 4 persen dari keseluruhan emisi tiap tahun. Laporan ini berkesimpulan bahwa moratorium atas pembabatan hutan dan penghancuran lahan gambut merupakan langkah yang paling cepat dan tepat untuk mengurangi tingkat emisi di Indonesia. Rehabilitasi lahan gambut juga amat efektif.

Greenpeace ingin agar pemerintah-pemerintah dunia di Bali nanti sepakat melakukan perundingan mengenai mekanisme baru pembiayaan guna menyelamatkan sisa hutan tropis, yang harus menjadi bagian penting putaran lanjut dari Protokol Kyoto. Penurunan emisi akibat deforestasi harus melengkapi penurunan emisi dari pembakaan bahan bakar fosil.
(srn)
Sumber: http://techno.okezone.com/read/2007/11/11/56/60101/56/moratorium-tanpa-syarat-atas-penghancuran-hutan

Google Bantu Awasi Hutan Dunia

SAN FRANCISCO - Google baru saja meluncurkan sebuah perangkat yang membantu para ilmuwan dan aktivis lingkungan hidup mengawasi setiap perubahan yang terjadi pada hutan di Bumi.

"Kami harap teknologi ini bisa membantu menghentikan kerusakan hutan dunia," kata juru bicara Google Rebecca Moore, seperti dikutip dari AFP, Jumat (11/12/2009).

Teknologi ini memungkinkan ilmuwan menganalisa data mentah dari pencitraan satelit dan menggali informasi seperti lokasi-lokasi penebangan hutan, atau hutan-hutan yang mengalami proses regenerasi.

Sistem ini dipusatkan Google dengan cara 'komputasi awan', yaitu teknologi pusat data yang terhubung dengan internet. Sistem seperti ini memungkinkan data dapat terkirim langsung hanya dalam selang waktu beberapa detik setelah hutan dibabat, dibakar atau diratakan.

"Dengan mendeteksi aktivitas perusakan hutan lebih cepat dapat membantu mendukung penegakan hukum pelanggaran lingkungan di wilayah tersebut dan mencegah kerusakan hutan yang lebih parah lagi," kata Moore.

Emisi yang disebabkan kerusakan hutan tropis sebanding dengan emisi yang dihasilkan oleh seluruh negara Uni Eropa. Jumlahnya bahkan bisa lebih besar dari emisi gas yang dikeluarkan mobil, truk, pesawat, kereta dan kapal api di seluruh dunia.

Perangkat teknologi ini telah didemonstrasikan Google pada konferensi perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 18 Desember 2009.
(rah)

Industri Mode Peduli Pelestarian Hutan

HUTAN sebagai paru-paru dunia memiliki fungsi yang sangat penting dalam menjaga suplai oksigen. Hutan juga menjadi habitat dari banyak spesies flora dan fauna yang merupakan bagian dari keanekaragaman hayati. Namun, kebutuhan akan lahan dan tingginya keuntungan yang bisa diraih dari kayu-kayu hutan telah meningkatkan deforestasi sehingga secara tidak langsung berkontribusi terhadap pemanasan global. Akibatnya, iklim berubah dan keberlangsungan hidup makhluk hidup semakin terancam.

Menyadari hal tersebut, Gucci Group yang menaungi sejumlah label mode ternama seperti Balenciaga, Yves Saint Laurent, dan Alexander McQueen mengambil langkah besar untuk membantu menyelamatkan hutan hujan tropis yang kini semakin parah kondisinya. Perusahaan mode raksasa tersebut bergabung dengan Rainforest Action Network dan menyatakan akan berhenti menggunakan kertas dari supplier Asia Pulp and Paper, yang memproduksi kertas dengan membabat hutan hujan tropis di Asia.

Executive Vice President Gucci Group Mimma Viglezio menyatakan, ”Harus ada tindakan nyata jika ingin menghentikan perubahan iklim di dunia ini. Semoga apa yang kami lakukan ini dapat mengurangi peningkatan produksi karbon yang akan memperparah pemanasan global, tapi kami juga berharap ada kepedulian dari industri mode lainnya sehingga ada perubahan nyata yang terlihat dan bisa dirasakan.”

Kebijakan baru yang dikeluarkan Gucci adalah memastikan kertas yang digunakan perusahaan, baik untuk iklan, katalog cetak, hingga shopping bag tidak berasal dari hutan yang terancam dan hampir punah.

Langkah Gucci ini pun mendapat pujian dari Direktur Rainforest Action Network Lafcadio Cortesi.

”Gucci Group sebagai pemimpin dalam industri mode telah menunjukkan komitmennya terhadap penyelamatan lingkungan dan semoga perusahaan lain bisa mengikuti jejaknya. Menyelamatkan hutan dan peduli terhadap perubahan iklim, berarti menyelamatkan nasib anak-cucu kita di masa depan,” kata Cortesi.
(Koran SI/Koran SI/tty)
Sumber: http://lifestyle.okezone.com/read/2010/03/17/194/313259/194/industri-mode-peduli-pelestarian-hutan

40 Juta Hektare Hutan Indonesia Kritis

JAKARTA - Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan sekira 21 persen hutan Indonesia atau sekira 40 juta hektar masuk dalam kategori kritis.

Sementara itu, kawasan hutan primer yang masih baik keadaannya, sekira 43 juta hektar atau sebesar 24 persen. Jumlah hutan sendiri saat ini mencapai 70 persen wilayah Indonesia atau sekira 180 hektar.

"Yang 45 juta hektar atau sekitar 25 persen, kondisinya separuh bagus separuh jelek. Nah yang 40 juta hektar atau sekitar 21 persen adalah kawasan hutan yang sudah tidak ada hutannya lagi atau hutan kritis. Ini yang habis dijarah bekas HPH (Hak Penguasaan Hutan), habis sudah rusak tidak ada hutannya lagi," ujar Zulkifli seusai Rapat Koordinasi tentang Tata Ruang, di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (16/2/2010).

Dia menegaskan bahwa hutan primer yang tersisa tersebut tidak bisa diganggu, karena untuk kawasan konservasi dan lindung. Sementara untuk konversi, akan dialokasikan pada hutan-hutan yang telah rusak tersebut walaupun tidak seluruhnya.

"Yang primer tak bisa lagi diganggu. Itu termasuk hutan konservasi, lindung. Hutan lindung juga tidak bisa karena untuk serapan air. Kalau mau hutan yang sudah tidak ada pohonnya itu yang dipakai untuk lahan pangan. Tapi itu belum tentu semua," tandasnya.
(hri)

Sumber: http://news.okezone.com/read/2010/02/16/337/304165/337/40-juta-hektare-hutan-indonesia-kritis

Setahun 1,1 Juta Hektare Hutan di Indonesia Rusak

BALIKPAPAN - Setiap tahunnya hutan di Indonesia mengalami kerusakan seluas 1,1 juta hektare. Sementara kemampuan untuk mengembalikan lahan rusak dengan menanam pohon hanya sebesar 0,5 juta hektare.
“Kerusakan hutan dan perubahan fungsi lahan, menyumbang kontribusi yang besar dalam produksi emisi karbon sebesar 14 persen,” ungkap Menteri Lingkungan hidup Gusti Muhammad Hatta di Balikpapan saat penutupan Rakor Lingkungan Hidup regional Kaltim 2010 di Balikpapan, Jumat (26/3/2010).

Karena itu, mulai 2010 hingga 2023 Indonesia, kata Gusti, akan menurunkan emisi gas karbon sebesar 26 persen. Langkah pengurangan gas karbon itu salah satunya dengan pencanangan penanaman pohon 1 miliar dilahan-lahan kritis.

Saat ini, menurut Gusti, Kementerian Kehutanan bersama kepolisian dan kejaksaan tengah melakukan inventarisasi lahan kehutanan terutama pemanfaatan lahan-lahan yang tidak sesuai aturan.

Di Kementerian Lingkungan Hidup untuk kasus pertambangan, Gusti M Hatta menegaskan, pengusaha wajib melakukan reklamasi pascapenambangan. Jika tidak, akan diajukan ke meja hijau baik perdata maupun pidana.

“Di Kalimtan Selatan ada tujuh pertambangan yang kita gugat secara perdata. Hasilnya, mereka diwajibkan oleh pengadilan untuk melakukan reklamasi. Itu biayanya besar sekali. Nah cara ini saya tempuh sebagai pembinaan dulu kepada mereka yang nakal. Jika tidak mau maka ujungnya kita bawa ke Pidana,” terang menteri asal Kalsel ini.

Pihaknya juga mengapresiasi langkah Provinsi Kaltim yng memiliki lahan hutan terbesar dengan melakukan upaya penanaman 1 juta pohon selama tiga bulan. Apalagi ada kebijakan satu orang menanam lima pohon.

Jenis pohon yang dinilai baik untuk mengurangi efek emisi karbon adalah tanaman trumbusi yang dapat menyerap sebanyak 28 ton emisi gas karbon.
(ton)
Sumber : http://news.okezone.com/read/2010/03/27/337/316656/setahun-1-1-juta-hektare-hutan-di-indonesia-rusak

Masyarakat Dunia Harus Perhatikan Penjaga Hutan

BANDA ACEH - Sebanyak 14 perwakilan Pemerintah Provinsi dari negara yang tergabung dalam forum Governors’ Climate and Forest (GCF) bertekad memperjuangkan hak masyarakat lokal atas hutan.

Mereka akan merumuskan kebijakan itu dalam pertemuan forum Gubernur untuk membahas perubahan iklim dan pelestarian hutan atau GCF Taskforce Meeting 2010, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, 18 hingga 22 Mei 2010.

Hal itu diungkap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang juga seorang penggagas GCF kepada wartawan di Banda Aceh, Senin (17/5/2010).

"Beberapa masalah penting yang akan dirumuskan dalam pertemuan itu adalah memperjuangkan hak-hak masyarakat lokal atas hutan untuk diakui secara nasional dan dunia internasional dalam mengurangi risiko pemanasan global," ujarnya.

Mayoritas Provinsi anggota GCF memiliki wilayah hutan yang luas, seperti Aceh, Papua, Kalimantan (Indonesia) dan Brazil termasuk negara bagian di Amerika Serikat.

"Konservasi hutan dan negara yang menjaga hutan harus mendapat penghargaan dan perhatian serius dari masyarakat dunia," ujar Irwandi.

Para wakil Pemerintah anggota GCF akan membuka kerjasama dengan masyarakat international dalam pelestarian hutan dan mengurangi risiko pemanasan global.

Irwandi mengatakan Pemerintah Aceh telah berkomitmen untuk menjaga hutan sebagai bagian dari penyelamatan lingkungan. Pihaknya telah memberlakukan Moratorium Logging (jeda tebang pohon) sejak Juni 2007 lalu.

Pemerintah Aceh meminta dunia peduli dengan hutan di Aceh yang telah menyuplai karbon-karbon ke sejumlah belahan dunia.

"Forum ini telah menjadi kesempatan bagi saya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Aceh terhadap hutannya di tingkat internasional. Termasuk mengembalikan kedaulatan pengelolaan sumber daya alam kepada masyarakat local," ujar Irwandi.

Menurutnya, forum GCF yang ke tiga ini juga penting buat Aceh yang sedang menjalankan program Aceh Green, sebagai upaya untuk membuka kerja sama Aceh dengan masyarakat nasional dan internasional.

Wakil dari Pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat, Anthony Brunello   menyebutkan berbagai corak partisipasi masyarakat lokal di negara-negara anggota GCF nantinya akan dirumuskan bagaimana standar dan kriteria yang baik untuk memberi manfaat bagi mereka.
(srn)
Sumber: http://techno.okezone.com/read/2010/05/17/56/333539/masyarakat-dunia-harus-perhatikan-penjaga-hutan